あくら: 2013

Pages

Wednesday 20 November 2013

REVIEW ENDER'S GAME


Setelah cukup sekian banyaknya film yang diadaptasi dari sebuah novel pada tahun ini, kini telah hadir sebuah film sci-fi action yang diberi judul sama dengan novelnya, yaitu Ender’s Game. Novel Ender’s Game ditulis oleh seorang penulis asal Amerika Serikat bernama Orson Scott Card. Novel ini pertama kali diterbitkan pada Agustus 1977 dan kemudian dibuat versi barunya yang terbit pada tahun 1991. Novel Ender’s Game telah meraih beberapa penghargaan, di antaranya adalah Nebula Award 1985 untuk kategori novel terbaik dan Hugo Award 1986 untuk kategori sama.
Film Ender’s Game ini disutradarai oleh sutradara yang sama dengan film berjudul X-Men Origins : Wolverine (2009), yaitu Gavin Hood dan dibintangi oleh Harrison Ford, Ben Kingsley, dan beberapa aktor dan aktris lainnya serta para aktor dan aktris muda yang lebih mendominasi, seperti Asa Butterfield, Hailee Steinfeld, Jimmy ‘Jax’ Pinchak, Aramis Knight, Abigail Breslin, Conor Carroll, dan Suraj Partha. Gavin Wood juga berperan sebagai penulis scriptnya bersama sang penulis sendiri, Orson Scott Card. Di Amerika Serikat, film ini sudah dirilis sejak tanggal 1 November kemarin, sedangkan di Indonesia baru dirilis pada tanggal 6 November 2013.
Film ini menyajikan sebuah tontonan tentang peperangan melawan alien yang berbeda. Berikut adalah sinopsisnya.


Suatu hari, ada segerombolan pesawat alien serangga yang diberi nama Formics menyerang Bumi. Pada serangan pertama, jutaan nyawa manusia melayang karena ketidaksiapan mereka menghadapi para Formics. Tetapi pada serangan kedua, umat manusia sudah lebih siap menghadapi para Formics yang datang kembali untuk menyerang Bumi. Sebuah keajaiban datang ketika Mazer Rackham (Ben Kingsley) berhasil meledakkan sebuah pesawat induk musuh yang menyebabkan semua aktivitas pesawat-pesawat lainnya terhenti dan ia pun menjadi pahlawan.


Selama lima puluh tahun setelah serangan Formics terakhir, para manusia masih khawatir akan kedatangan para Formics. Sehingga militer internasional memutuskan untuk melatih seluruh anak-anak cerdas yang nantinya akan dijadikan prajurit untuk menyerang para Formics. Andrew Thomas Wiggin atau Ender Wiggin (Asa Butterfield) terpilih untuk masuk ke sekolah militer luar angkasa bernama The Battle School. Ia merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara cerdas, yaitu Peter Wiggin (Jimmy ‘Jax’ Pinchak) yang tidak terpilih karena sifatnya yang condong pada kekerasan saja, Valentine Wiggin (Abiigail Breslin) yang tidak terpilih karena sifatnya yang terlalu lembut, dan Ender Wiggin sendiri yang terpilih karena ia memiliki sifat kedua kakaknya. Tetapi, Colonel Hyrum Graff (Harrison Ford) membuat Ender dibenci di sana yang merupakan ujian yang diberikannya untuk Ender.  
Meski dibenci, namun pada akhirnya Ender memiliki banyak teman. Tapi tidak sampai di situ saja, Ender dan teman-temannya harus menghadapi serangkaian permainan bertarung yang cukup melelahkan setiap harinya. Major Gwen Anderson (Viola Davis) selaku psikiater pun khawatir akan perkembangan psikologis Ender yang dipengaruhi oleh sifat keras ayahnya : John Paul Wiggin (Stevie Ray Dallimore), kakak laki-lakinya, dan juga Valentine yang sangat Ender sayangi. Namun Colonel Graff tampaknya tidak mengindahkan  hal itu karena ia sangat percaya pada potensi yang dimiliki Ender.


Kemudian, mereka dipindahkan ke pusat International Fleet yang terletak di planet Eros, bekas para Formics pernah tinggal, dan tempat yang paling dekat dengan planet para Formics. Di sana, Ender bertemu dengan Mazer Rackham yang ternyata masih hidup setelah lama diperkirakan meninggal dan kemudian menjadi gurunya. Di Eros, Ender dan teman-temannya , Petra Arkanian (Hailee Steinfeld), Alai (Suraj Partha), Bean (Aramis Knight), dan Bernard (Conor Carroll), dituntut untuk berlatih menyerang para Formics melalui serangkaian simulasi. Setiap harinya, mereka dihadapkan pada situasi yang semakin kompleks dan sangat melelahkan. Hingga akhirnya mereka sampai pada simulasi ujian akhir yang akan mengubah segalanya.



Menurutku, ini merupakan film mengenai alien yang sangat berbeda dari film-film tentang alien yang pernah saya tonton. Selain, tokoh-tokoh yang mendominasi adalah anak-anak, film ini akan membuat cara berpikir kita mengenai para alien berubah, lebih masuk akal dan manusiawi. Kemudian, setting yang disajikan pun sangat mengimplementasikan apa yang saya bayangkan saat membaca buku. Seakan-akan segala apa yang terdapat di novelnya menjadi kenyataan dan sangat memukau. Setiap aktor dan aktrisnya pun mampu menonjolkan karakter yang diperankan masing-masing sehingga setiap tokoh yang ada menjadi kuat di film. Tidak ada tokoh yang tidak penting. Alur di awal cerita memang sederhana, tetapi berubah menjadi kompleks saat di akhir cerita dan di luar dugaan. Dan bagi penonton yang belum membaca bukunya, jangan khawatir, karena dari awal ceritanya sudah dikemas dengan apik dan fokus pada satu permasalahan sehingga tidak membuat bingung.
Mungkin pada awalnya banyak yang mengira bahwa ini merupakan film untuk anak-anak. Akan tetapi, ternyata film ini memiliki rating PG-13. Memang film ini dapat ditonton oleh anak-anak, namun tentunya harus ada orangtua atau seseorang yang dituakan untuk memberikan penjelasan mengenai kompleksitas cerita, taktik perang, dan hal-hal lainnya. Dan untuk aksi perkelahian, film ini tidak menyajikan banyak, sedangkan untuk adegan romantis, menurutku tidak ada di film ini alias nihil.
Pada akhirnya, dengan kesenangan yang membuncah di dada, saya memberikan lima dari lima bintang alias perfect untuk film ini. Why? Menurutku, film ini sangatlah unik dan berkualitas. Bagi kamu yang membaca bukunya terlebih dahulu dan kurang mengerti dengan alur ceritanya atau settingnya, film ini akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kamu. So, apa lagi yang ditunggu? :D

Tuesday 3 September 2013

FRESH AND HAZILY




City of Bones adalah buku pertama dari serial The Mortal Instruments buah karya Cassandra Clare, seorang penulis Amerika Serikat kelahiran Tehran, Iran. Buku ini sudah terbit sejak tahun 2007 di Amerika Serikat dan baru difilmkan pada tahun ini. Film ini disutradai oleh Harald Zwart, yang juga telah menyutradarai film Karate Kid, dan telah mendapat respon yang sangat besar dari berbagai belahan dunia. 

Film ini mengisahkan seorang remaja biasa bernama Clary Fray (Lily Collins) yang tinggal berdua bersama sang ibu, Jocelyn Fray (Lena Headey), yang juga merupakan seorang pelukis di sebuah apartemen di Brooklyn. Suatu saat, ia bersama sahabatnya, Simon Lewis (Robert Sheehan) pergi ke sebuah klub malam bernama Pandemonium. Namun di sana ia melihat sekelompok remaja berpakaian aneh dengan penuh tato dan membawa senjata sedang membunuh orang yang telah membantunya masuk ke dalam klub. Setelah ia amati, orang itu bukanlah manusia, tetapi sesuatu dengan bentuk lain. Ia mencoba meyakinkan Simon bahwa ia baru saja melihat sebuah peristiwa pembunuhan. Akan tetapi, tidak ada seorang pun yang dapat melihatnya kecuali Clary.


Sejak kejadian itu, Clary menjadi gelisah. Kegelisahannya bertambah ketika sebuah simbol yang terus muncul di kepala dan penglihatannya selama ini mengakibatkan seluruh dinding kamarnya dipenuhi kertas-kertas bersimbol sama yang entah bagaimana ia gambar selagi tidur di suatu malam. Ia menceritakannya pada Simon ketika mereka berada di sebuah kedai kopi. Tapi Simon tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa menenangkan Clary. Dan tiba-tiba salah seorang remaja yang dilihat Clary di klub muncul, sekali lagi dengan hanya Clary yang dapat melihatnya.


Awalnya Clary takut, tapi akhirnya ia pun menemui lelaki itu. Lelaki itu, Jace Wayland (Jamie Campbell Bower), ternyata adalah seorang shadowhunter yang bertugas melindungi umat manusia dari kejahatan para iblis dan para penghuni dunia bawah seperti vampir, werewolf, warlock, dan makhluk-makhluk sejenis lainnya. Tanpa sengaja Clary melihat simbol yang sama pada lengan Jace seperti sebuah tato. Jace menjelaskan beberapa bagian penting tentang dunianya pada Clary. Jace penasaran  mengapa Clary bisa melihat dirinya. Ia berasumsi bahwa Clary bukanlah Mundane, sebutan untuk manusia di dunianya. 

Tiba-tiba ponsel Clary berbunyi dan ia mendengar suara ibunya yang panik disertai bunyi gaduh. Clary cepat-cepat menuju apartemennya dan mendapati keadaannya yang sangat berantakan. Ia mencari-cari ibunya di dalam rumah tapi tidak menemukannya di manapun.  Tidak lama ia bertemu dengan seekor anjing yang tiba-tiba saja berubah menjadi iblis dan menyerangnya. Untung saja Jace datang menolong. Clary mencoba mencari jawaban dengan menanyakannya pada tetangganya, Madam Dorothea (C. C. H. Pounder), yang merupakan seorang penyihir. Melaluinya lah Clary mengetahui sebuah rahasia besar. Ternyata Jocelyn adalah seorang shadowhunter. Madam Dorothea berkata ada sesuatu yang menghalangi pikiran Clary saat ia mencoba membaca pikirannya sehingga Clary tidak dapat mengingat dengan jelas memori di masa lalunya. Meski mantra itu mulai memudar, tetapi mantra itu hanya bisa dilepas oleh yang memasangnya.

Jace membawa Clary dan Simon, yang ternyata berada di apartemen Clary, ke Institut, kediaman para shadowhunter. Akan tetapi, Clary jatuh pingsan dan Jace melukiskan rune, sebuah simbol yang kerap digunakan para shadowhunter, pada lengan Clary. Ternyata Clary tidak mengalami efek apa-apa seperti apabila sebuah rune dilukiskan pada kulit seorang Mundane. Jelas sudah bahwa Clary memiliki darah seorang shadowhunter. 
Di Institut, ia bertemu Alec Lightwood (Kevin Zegers) dan Isabelle Lightwood (Jemima West), kakak beradik yang ia lihat bersama Jace di klub. Di sana pula lah Clary menemukan sebuah rahasia besar yang selama ini disembunyikan ibunya melalui Hodge Starkweather (Jared Harris), sang kepala Institut. Ketika muda, ibunya tergabung ke dalam organisasi bernama Lingkaran yang diketuai oleh Valentine Morgentern (Jonathan Rhys Meyer), yang juga merupakan suami dari Jocelyn. Tujuan organisasi itu adalah memusnahkan seluruh penghuni dunia bawah termasuk siapapun yang berpihak pada mereka tanpa kecuali. Namun, organisasi itu tercerai berai dan kini Valentine mengincar Mortal Cup (Cawan Manusia) untuk membentuk pasukannya kembali dengan meminumkan darah kepada orang yang dikehendakinya dari cawan itu. Dan diketahui pula, hanya Jocelyn yang mengetahui keberadaan Mortal Cup itu. Hal itu menjelaskan ke mana Jocelyn menghilang.



Foto Lingkaran

Meski Clary merasa dibohongi oleh ibunya, rasa cintanya yang begitu besar pada ibunya membuat Clary mencoba mati-matian untuk menemukan kembali memorinya dengan menemui Magnus Bane (Godfrey Gao), sang pemasang mantra di kepalanya. Tetapi Magnus menolak melakukannya dan toh mantra itu akan memudar dengan sendirinya. Akhirnya Clary harus menemukan dengan caranya sendiri sehingga ia bisa mengetahui keberadaan Mortal Cup dan mengambil ibunya dari tangan Valentine.


Di tengah-tengah perjuangannya dengan ditemani Jace, Simon, Isabelle, dan Alec, ia juga harus menghadapi hal-hal aneh seperti Simon yang tiba-tiba diculik oleh sekawanan vampir, sahabat ibunya, Luke Garroway (Aidan Turner), yang merupakan seorang manusia serigala, benih-benih cinta yang mulai tumbuh antara dirinya dan Jace, pengakuan Simon pada Clary, pengkhianatan tak terduga dari seseorang yang Clary percayai dan sebuah kebenaran pahit yang sulit diterima oleh Clary. Semua itu membuat kehidupan Clary menjadi berubah total 180 derajat.
Apakah Clary berhasil menemukan Mortal Cup itu dan berhasil mengambil ibunya kembali dari tangan Valentine? Filmnya sudah dapat kalian lihat di bioskop seluruh Indonesia sejak tanggal 28 Agustus kemarin J
Menurut saya, film ini menyegarkan untuk ukuran film fantasi. Ceritanya yang kompleks dengan suasana yang bernuansa kelam disertai beberapa adegan lucu di dalamnya membuat film ini cukup utuh. Ditambah lagi dengan banyaknya tokoh yang terlibat di dalamnya walaupun mungkin agak membuat bingung penonton yang buta dengan cerita ini. Meski ada bagian-bagian yang berbeda dengan yang berada di dalam bukunya, hal itu tidak memengaruhi alur ceritanya. Visualisasi yang dilakukan Zwart tidaklah mengecewakan, malah menurut saya mendekati sempurna. Ia membuat penonton yang belum membaca bukunya dibuat tertarik dengan film yang digarapnya ini.
Para pemain yang memerankan film ini, seperti Lily Collins, Jamie Campbell Bower, Robert Sheehan, Kevin Zegers, Jemima West, Jared Harris, Jonathan Rhys Meyer, Lena Headey, dan Aidan Turner, dapat memerankan perannya dengan sangat baik. Dan Godfrey Gao, ia juga dapat memerankan tokoh Magnus dengan baik dan berhasil membuat sebagian besar gadis jatuh cinta padanya (termasuk saya -,-). Bagaimanapun, terlepas dari saya yang sebagai seorang shadowhunter (sebutan penggemar untuk serial ini), saya sangat suka dengan film ini. Film ini membangkitkan gairah untuk mengupas ceritanya lebih lanjut.
Buku keduanya yang berjudul City of Ashes akan segera dibuatkan filmnya dan syutingnya akan dimulai akhir September ini. Hal ini sungguh mengejutkan karena film pertamanya pun baru saja ditayangkan. Mungkin Zwart melihat antusiasme penggemar yang sangat besar dari seluruh dunia. Ingin tahu kelanjutan dari City of Bones yang menorehkan sebuah fenomena besar ini? Tunggu saja film City of Ashes yang diprediksikan akan rilis tahun depan.
Walaupun banyak respon yang berbeda untuk film City of Bones ini, baik itu kritikan atau pujian, saya tetap akan memberikan nilai 4 dari 5 untuk film ini. Jadi, apa lagi yang ditunggu? Segera tonton film ini. Recommended banget untuk yang bingung mau nonton apa. Saya sendiri sudah menonton film ini Sabtu lalu.. ;)














Sunday 25 August 2013

PERCY JACKSON & THE OLYMPIANS : THE SEA OF MONSTERS


Kisah tentang para manusia setengah dewa yang ditulis oleh Rick Riordan dalam serial Percy Jackson & the Olympians pasti sudah sering kita dengar semenjak buku pertamanya yang berjudul The Lightning Thief diangkat ke layar lebar pada tahun 2010 yang lalu. Di film ini dikisahkan bahwa ada seorang remaja penderita disleksia bernama Percy Jackson yang sebenarnya adalah anak dari salah satu dari tiga dewa yang paling berkuasa di Olympus yaitu Poseidon, Dewa Lautan. Namun, ia tiba-tiba dituduh mencuri tongkat petir milik Zeus dan diperintahkan untuk mengembalikannya sebelum batas waktu yang ditentukan dan apabila tidak maka akan terjadilah peperangan antar dewa yang akan berdampak buruk bagi manusia di bumi. Kedua hal itu menyebabkan Percy “diungsikan” ke sebuah perkemahan khusus bernama Camp Half Blood, dimana  para anak setengah dewa, Demigods, dan para makhluk pengawalnya tinggal. Akan tetapi, ternyata yang mencuri tongkat itu adalah Luke Castellan, anak dari Dewa Hermes. Hal itu diketahui setelah Percy dan teman-temannya melalui serangakaian petualangan menuju Tartarus untuk menyelamatkan ibunya.  Luke meletakkan tongkat petir Zeus dibalik perisai yang ia berikan pada Percy sebelumnya. Tapi, pada saat Percy dan Annabeth, anak dari Dewi Athena, hendak pergi ke Olympus untuk mengembalikan tongkat itu, Percy harus berhadapan dengan Luke. Tetapi pada akhirnya, Percy berhasil mengembalikannya pada Zeus dan bertemu dengan ayahnya untuk pertama kalinya.
Pada tahun ini, tepatnya tanggal 22 Agustus 2013 di Indonesia, buku keduanya kembali diangkat ke layar lebar yaitu The Sea of Monsters. Kali ini Percy harus berhadapan dengan lawan yang lebih besar, yaitu ayah dari para tiga dewa besar, Kronos.
Berawal dikisahkan ketika benteng perlindungan Camp Half Blood telah melemah karena pohon Thalia yang selama ini berperan sebagai pelindung tempat itu telah diracuni dan mengakibatkan semua penghuni tempat itu khawatir karena semua monster yang ada di luar akan mudah masuk ke dalam perkemahan itu. Dan benar saja, seekor monster berwujud seperti banteng mesin memasuki perkemahan itu. Percy, Annabeth, seekor Satyr bernama Grover, Clarisse (putri Dewa Ares), dan Tyson (saudara tiri Percy yang seorang Cyclops dan baru saja diketahui Percy sesaat sebelumnya) berusaha untuk menghentikan ulah monster itu. Tetapi pada akhirnya Percy lah yang dapat menghancurkannya bersamaan dengan kemunculan sementara Luke Castellan. Luke menyampaikan sebuah ramalan yang nantinya akan melibatkan mereka berdua. Ia berniat untuk membangkitkan Kronos.
Setelah kejadian itu, Percy datang pada seorang arwah peramal untuk mendapatkan kejelasan dari ramalan itu. Peramal itu pun menyampaikan bahwa ramalan itu benar. Ramalan itu adalah bahwa Kronos akan bangkit kembali dan akan melakukan pembalasan dendam atas perbuatan ketiga anaknya yang telah mengirimnya ke Tartarus. Ia akan menhancurkan Olympus dan hal itu juga akan mengakibatkan kehancuran pada umat manusia. Pada nantinya, Kronos akan dibangkitkan oleh salah seorang Demigod dengan selembar Kain Wol. Namun pada akhirnya akan ada seorang Demigod yang berusaha untuk mengatasi dan mengembalikan Kronos ke Tartarus dengan pedangnya. Hal itu menjelaskan bahwa Luke dan Percy akan berhadapan nantinya.
Kemudian, dilakukanlah sebuah pencarian Kain Wol yang dipimpin oleh Clarisse. Mereka akan berlomba dengan Luke untuk menemukan Kain Wol tersebut sebelum. Namun, Percy dan teman-temannya berpisah dengan rombongan. Di tengah perjalanan, Grover diculik oleh sekumpulan Demigods pembelot yang bekerja di bawah perintah Luke yang akhirnya mengubah tujuan mereka yang kini adalah untuk menyelamatkan Grover terlebih dahulu. Percy, Annabeth, dan Tyson pergi menuju kapal milik Luke dan tidak menemukan Grover di sana. Mereka hanya melihat sebuah peti yang mana dari sanalah Kronos akan dibebaskan. Setelah melalui serangkaian perkelahian, akhirnya mereka bertiga lolos dan nasib buruk menhampiri mereka. Sekoci yang mereka ambil memasuki wilayah Monster Laut dan mereka pun tertelan. Ternyata Clarisse pun sudah ada di dalam perut Sea of Monster itu lebih dulu. Akankah mereka dapat keluar dari perut sang monster dan menemukan Kain Wol beserta teman mereka, Grover? Dan apakah ramalan itu akan benar-benar terjadi?
Film ini menurut saya cukup bagus. Kita bisa mengenal mitologi Yunani Kuno dengan cara yang lebih menyenangkan tentunya. Hampir semua pemerannya dapat memerankan tokoh mereka dengan baik. Meski karakter Luke kurang menakutkan bagi saya. Seharusnya Luke bersikap lebih mengancam tapi di sini tidak. Dan sebenarnya, menurut saya, alurnya terlalu cepat. Terutama pada saat Percy bertarung melawan Kronos. Satu tambahan lagi, bagi yang belum membaca bukunya (seperti saya), mungkin akan sedikit pusing dengan penuturan nama-nama tokoh dan kemunculan tokoh serta makhluk-makhluk mistis. Siapa dia, makhluk apa itu, dan lain sebagainya.
Eits, tapi ada juga hal baiknya. Saya masih ingat perkataan Hermes untuk Luke bahwa mungkin orangtua melakukan kesalahan akan tetapi hal itu bukanlah alasan untuk menghancurkan dunia. Seperti yang diketahui bahwa Luke memiliki dendam pada Hermes karena mengabaikannya. Lalu persaudaraan yang unik antara Percy dan Tyson. Saya menyimpulkan bahwa seburuk-buruknya keluargamu, mereka adalah keluargamu. Meski fisik Tyson aneh karena ia adalah seorang Cyclops dan kelakuannya aneh sehingga ia sering dikucilkan, namun ia sangatlah baik. Dan, jika dilihat dari sisi efek kameranya, menurut saya sangat bagus, ditambah lagi jika menonton dalam format 3D.. ^^v (ketauan nih ak nonton 3D)
Jadi, untuk film ini, mungkin saya beri nilai 3,5 dari 5.. But, menurut saya film ini cukup bagus untuk ditonton.

Thursday 22 August 2013

Resensi : The Maze Runner

Judul                : The Maze Runner
Nama pengarang   : James Dashner
Nama penerbit     : Penerbit Mizan Fantasi, PT. Mizan Pustaka
Tahun terbit       : November, 2011
Cetakan            : I
Bahasa             : Indonesia
Nama penerjemah : Yunita Candra
Jumlah halaman  : 532 halaman
Tebal halaman    : 2,8 cm

THE MAZE RUNNER
(Perjuangan Hidup atau Mati di antara Tempat dan Makhluk-Makhluk Misterius)


James Dashner adalah seorang penulis asal Amerika Serikat yang lahir pada tanggal 26 November 1972 di Austell, Georgia. Tetapi kini ia menetap dan menulis di Rocky Mountains. Buku pertama yang ditulisnya berjudul A Door in the Woods yang terbit pada tanggal 1 Juni 2003. Dia juga telah menerima banyak penghargaan seperti :

             1.     New York State Charlotte Award
             2.     Kentucky Bluegrass Award
                                   3.     Oregon Readers Choice Award
                                   4.     New Hampshire Isinglass Teen Read Award
                                   5.     Missouri Truman Readers Award
                                  6.     Illinois Abraham Lincoln Awrd
                                  7.     Tennessee Volunteer State Book Award
                                  8.     Arizona Grand Canyon Reader Award
                                  9.     Georgia Peach Book Award
                                 10. New Jersey Garden State Book Award

Salah satu bukunya yang akan saya bahas kali ini berjudul The Maze Runner yang telah berada pada daftar New York Times Bestseller. Berikut adalah sinopsisnya.
Setiap hari mereka harus berlari. Menyusuri lorong Maze yang berkelok-kelok di luar dinding Glade, tempat mereka tinggal, hingga senja tiba. Dan, ketika kegelapan turun, para pelari harus sudah ada di dalam Glade. Ya, pada saat itulah Griever, monster buas dan ganas, tak segan menerkam siapa saja yang masih berkeliaran didalam Maze.
Mereka bukan sekadar berlari. Itu cara mereka bertahan hidup. Dengan berlari, mereka berharap menemukan jalan keluar dari tempat terkutuk itu. Keluar untuk kembali pulang menjumpai keluarga mereka. Namun, lintasan Maze selalu berubah dari hari ke hari. Rasanya, mustahil bisa keluar dari tempat itu.
Suatu hari pintu batu pelindung mereka tak lagi menutup. Griever-griever itu bisa menyeruduk masuk kapan saja. Setiap hari, satu anak dibawa pergi dan lenyap. Satu-satunya jalan adalah bergegas keluar dari tempat itu. Namun, mereka harus melewati Maze yang membingungkan dengan sejumlah monster mengerikan di sana. Beranikah para pelari keluar dengan nyawa sebagai taruhannya? Atau, akankah justru lebih baik tetap berada di dalam menanti pencabut nyawa sambil berharap mukjizat datang tiba-tiba?
Dari segi cerita, alur ceritanya sangat menarik dan banyak pesan di dalamnya. Kepercayaan, tidak pantang menyerah, selalu menolong sesame adalah beberapa di antaranya. Tokoh-tokohnya pun memiliki karakter yang kuat. Banyak hal-hal misterius yang harus diungkap oleh para tokohnya di sini, selain jalan untuk keluar dari Glade melalui Maze. Mereka juga harus mengungkap apa yang sedang terjadi pada mereka semua.
Sejak pertama kali saya membaca buku ini, sudah banyak pertanyaan menghampiri pikiran saya. Tanpa sadar saya dibawa masuk untuk merasakan apa yang mereka rasakan, terutama sang tokoh utama, Thomas. Saya bagai diharuskan menjadi seorang detektif yang akan memecahkan semua misterinya. Petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh sang penulis diungkapkan secara bertahap melalui dialog antar tokoh dan petunjuk-petunjuk kecil yang ada di tempat itu. Dashner sangat pintar untuk mengemas cerita fiksi ilmiah ini menjadi sesuatu yang sangat menarik.
Namun, banyak kejadian mengerikan yang terjadi sehingga tanpa sadar yang membaca buku ini pasti akan mengernyit. Setiap hari mereka diliputi dengan keadaan yang jauh dari kata aman. Bahkan sejak dinding-dinding itu belum terbuka secara permanen. Meski begitu, buku ini tidak akan membuat para pembaca jenuh. Hal ini dikarenakan Dashner selalu menggugah rasa penasaran melalui setiap bab dalam buku ini.

Bagi pembaca yang sangat senang dengan cerita fiksi ilmiah, buku ini wajib dibaca. Ceritanya sangat menarik dan bagus. Para pembaca akan dibuat berdebar-debar karena banyak kejadian yang mengejutkan di dalamnya. Meskipun tahu akan dibuat terkejut dan akan kecewa karena kajadian yang akan terjadi sangat mengerikan, akan tetapi rasa penasaran para pembaca yang akan menang. Tidak heran, buku ini sekarang sudah dibuatkan filmnya dan akan tayang pada tahun 2014 nanti.

Tuesday 25 June 2013

Storm by Brigid Kemmerer


Judul                : Storm (Elemental Series)
Nama pengarang   : Brigid Kemmerer
Nama penerbit     : Mizan Fantasi, PT. Mizan Publika
Nama penerjemah  : Tria Barmawi
Tahun terbit       : Mei, 2013
Cetakan            : I
Tebal buku         : 3 cm
Jumlah halaman  : 556
Bahasa             : Indonesia

STORM
(Ketika Cinta Bertemu di Tengah Pertarungan Lama Para Elemental)


Brigid lahir di Omaha, Nebraska, dan tumbuh di beberapa kota yang berbeda di seluruh Amerika Serikat karena pekerjaan orangtuanya. Dia berpindah-pindah dari Albuquerque, New Mexico, sampai ke tepian danau di Cleveland, Ohio, hingga akhirnya menetap di Annapolis, Maryland. Brigid mulai menulis saat SMA, novel pertamanya bercerita tentang empat vampir bersaudara yang menimbulkan kerusuhan di sebuah kota pinggiran. Empat vampir bersaudara itulah yang kemudian menginspirasi para cowok yang muncul dalam seri Elemental. Brigid menulis di mana saja selama ada tempat untuk duduk. Dan, novel Elemental ini diselesaikannya sambil duduk di lantai di basement  hotel tempatnya mengikuti pertemuan penulis.
Saat menulis Storm, Brigid banyak tertimpa musibah yang berhubungan dengan air--ruang bawah tanahnyayang terendam banjir sebanyak tiga kali, atapnya yang beberapa kali bocor, keran air di dapurnya yang bocor, dan beberapa bagian dinding kamar rumahnya yang sempat rusak karena rembesan air. Dan, dalam rangka menulis Spark, Brigid berusaha memastikan kalau semua alarm pemadam kebakarannya aktif karena dia akan menulis tentang cowok yang punya kemampuan mengendalikan api.
Kali ini kita akan membahas mengenai novel Brigid yang berjudul Storm. Back to fantasy novels. Novel ini cukup menarik. Banyak tokoh yang saling berhubungan di sini. Satu hal yang penting, Brigid berhasil membuat pembaca tidak bosan ketika membaca novel ini. Kita aka selalu dibuat penasaran di setiap chapternya. Supaya kamu labih mengerti lagi tentang novel ini, saya akan memberikan sinopsisnya.
Empat bersaudara Merrick memiliki anugerah empat elemen berbeda—air, angin, api,, dan tanah. Mereka selalu berusaha agar tidak mencolok dan tidak menarik perhatian para Pemandu yang setiap waktu siap membawa para pengendali elemen yang dianggap mengancam keselamatan manusia. Namun, kehadiran Tyler dan Seth, musuh keluarga Merrick, memperkeruh keadaan. Mereka terus berusaha memancing amarah Merrick bersaudara dengan alasan pembalasan dendam keluarga.
Merrick bersaudara hamper selalu bisa menghindari segala masalah, hingga saat Becca hadir di tengah pertikaian mereka. Chris yang jatuh cinta pada Becca tidak bisa lagi mengendalikan lagi kekuatannnya setiap kali dirinya harus menyelamatkan Becca. Dan, ketika Chris berusaha mengendalikan kembali kekuatannya, segalanya telah terlambat karena Sang Pemandu telah mencium kekuatan mereka.
Di awal buku, kita akan disuguhi hal-hal misterius yang membuat kita terus menebak-nebak. Siapa dia? Apa yang terjadi sebenarnya? Apa masalah mereka dengannya? Beberapa pertanyaan tadi mungkin akan terlintas di pikiran kamu. Namun, Brigid tidak terburu-buru untuk memaparkan semuanya sekaligus sehingga kita dapat menikmati perkembangan ceritanya dengan nyaman tanpa harus bingung dengan semua teka-teki di setiap chapternya.  Meski novel ini mengambil sudut pandang orang ketiga, tapi pergulatan emosi Becca dan Chris begitu nyata. Dan kisah cinta Chris dan Becca begitu unik karena mereka berdiri di tengah-tengah permusuhan dua keluarga yang pada akhirnya mengundang Pemandu untuk turun tangan.
Di sini, kita dapat mengambil pelajaran dari Merrick bersaudara. Solidaritas mereka sangat kuat meski mereka sering berkelahi, terutama dengan kakak tertua Chris, Michael. Michael selalu bersikap seperti ayah untuk adik-adknya, berharap bisa melindungi dan mengawasi mereka. Tapi, salah satu dari si kembar, Gabriel, kesal dengan sikapnya itu. Gabriel lebih pemarah dibanding kembarannya, Nick.  Dan, Chris juga terkadang terpengaruh dengan Gabriel. Mereka ingin Michael menjadi ‘kakaknya’, bukan ‘ayahnya’. Meski begitu, Michael bukanlah mengekang mereka, melainkan menjaga mereka agar tidak seperti dirinya yang pernah kehilngan kendali atas kekuatannya dan menyebabkan beberapa orang tewas. Mungkin saya akan mengutip satu kalimat di film Spiderman karena menurut saya kalimat ini pas dengan cerita di sini : Di mana ada kekuatan besar, maka di situ pun ada tanggung jawab yang besar. Kisah Merrick bersaudara ini patut dicontoh karena seburuk-buruk apapun keluargamu, mereka adalah keluargamu sendiri. Darah dagingmu.
Untuk karakter, saya akan mengambil dua tokoh untuk diambil sisi positifnya. Yang pertama adalah Becca. Becca adalah seorang gadis yang tangguh secara mental maupun fisik. Dia berani dan baik hati. Dia menyelamatkan Chris dari dua orang pemuda yang akan membunuhnya mati-matian meski ia sendiri bisa dibilang tidak mengenal Chris walaupun mereka berada di angkatan yang sama. Untuk kejadian-kejadian berikutnya, ia menjadi sering terancam bahaya dan masa lalunya yang suram bersama sang mantan pacar mulai terkuak. Semua hal itu terjadi semenjak dirinya dekat dengan Chris.
Yang kedua adalah Chris. Dia mungkin adalah pemuda idaman bagi para gadis yang menyukai keromantisan. Cintanya pada Becca begitu tulus. Dia rela mengorbankan apapun, bahkan kesenangan dan nyawanya hanya supaya Becca bahagia dan ‘hidup’. Dia rela menjauhi Becca demi keselamatannya ketika seorang Pemandu mulai mengawasi karena Becca pun ikut ditandai oleh Tyler dan Seth sebagai pengadu. Meski ia menjauh, namun ia tidak dapat untuk tidak mengawasi Becca. Dia selalu menyelamatkan Becca ketika gadis itu dalam bahaya. Hal itu menunjukkan bahwa rasa tanggung jawabnya yang begitu besar. Ia juga melakukannya kepada kakak-kakaknya meskipun tidak sebesar rasanya kepada Becca.
Di sini juga kita mendapatkan pelajaran bagaimana ketika kebohongan akan berakhir dengan hilangnya sebuah kepercayaan yang sudah dibangun dengan kokoh. Dan perlindungan yang ayah Becca berikan pada sang anak tidaklah setepat yang dipikirkannya. Bahkan hal itu membuat Becca hamper meregang nyawa jika tidak ada Chris yang menolongnya.
Kekurangan di buku ini hanyalah pada budaya barat para remaja di daerah Amerika, seperti merokok, percobaan pemerkosaan, pesta sekolah yang sangat bebas, pesta anak muda, perkelahian. Tapi semua itu masih diambang batas wajar karena itulah budaya di sana. Hanya bagaimana cara pembaca menyikapinya.

Novel ini bagus untuk dibaca, terutama bagi pecinta novel fantasi, ketika sedang merasa bosan dan memerlukan suatu cerita yang sedikit berbeda. Cerita di sini memang sedikit berbeda dengan cerita fantasi pada umumnya. Tidak rumit seperti Harry Potter karya J. K. Rowling namun tidak biasa juga. Brigid mampu mengemasnya menjadi sebuah cerita yang pas untuk dibaca di dalam situasi apapun.

Wednesday 19 June 2013

Cerpen : A Beautiful Love


A BEAUTIFUL LOVE
By Nia Kusumawardani

Hari ini cuaca sangat indah meskipun sedang bersalju. Sama seperti senyumannya yang selalu menghiasi bibir indahnya. Ya, dia adalah Jane Rainsworth. Sahabat sekaligus gadis idamanku sejak dahulu. Dia adalah cinta pertamaku. Namun, aku terlalu pengecut. Sudah beberapa kali aku mencoba untuk menyatakan perasaanku padanya, tapi itu tidak pernah tejadi. Nyaliku selalu ciut saat melihat dirinya. Aku hanya bisa melukisnya dari kejauhan seperti ini.
Meskipun aku sahabatnya semenjak kecil, tapi dia lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-teman perempuannya. Aku memang tahu karakternya yang senang mendapat perhatian dari banyak orang. Jadi aku pun memberinya ruang untuk bergaul dengan siapa saja yang dia inginkan. Tapi di kala ia membutuhkanku untuk mencurahkan keluh kesahnya, aku senantiasa membuka pintuku untuknya. Aku tahu itu terlihat seperti, ia menghampiriku jika ia membutuhkanku. Tapi, hanya itu yang bisa kuberikan. Membuatnya nyaman dan bahagia.
Sekarang kami sudah dewasa dan akan lulus dari universitas. Itu berarti kami akan melanjutkan hidup masing-masing. Aku mulai ketakutan. Ketakutan akan kehilangan dirinya. Aku harus segera menyatakan perasaanku sebelum aku menjadi gila. Masalah ia akan menerimaku atau tidak, setidaknya aku sudah mengungkapkannya.
Jadi, sepulang sekolah, aku cepat-cepat pulang ke rumah untuk mandi dan mengganti pakaianku. Saat ini langit sudah gelap tapi cukup cerah bila dilihat dari bintang-bintang yang berkerlip-kerlip cukup banyak. Dan aku pun berangkat menuju rumahnya.
Aku baru sampai di seberang rumahnya, saat kulihat dirinya sedang berciuman dengan seorang lelaki. Dan tak lama lelaki itu pun pergi. Kelihatannya ia selesai mengantar Jane pulang. Aku tak tahu pria itu siapa, tapi yang kutahu pasti, Jane sama sekali tidak pernah—atau belum—menceritakannya dan aku terlambat satu langkah dengan lelaki itu. Niatku untuk berbicara dengannya pun pupus sudah. Aku berbalik dan langsung berlari pulang.
Saat di perjalanan, di sebuah gang di sudut kota, tiba-tiba aku diterkam oleh sesuatu. Aku tak tahu itu apa atau dia siapa dan apa yang dia inginkan. Sangat sulit untuk melepaskan diriku darinya. Ia sangat kuat. Wajahku dipukulnya dengan keras hingga tubuhku jatuh ke tanah dan aku tidak dapat bergerak. Dalam kondisi tak berdaya, kurasakan sesuatu yang tajam menusuk kulit leherku dan aku pun tak sadarkan diri.
Kubuka mataku perlahan. Masih di gang, namun bukan gang tempat di mana aku diserang. Aku tak tahu apa yang telah terjadi. Terasa bagaikan mimpi. Leherku yang ditusuk sesuatu, lalu aku bangun dan merasakan kerongkonganku terbakar, kurasakan darah seseorang mengalir melalui kerongkonganku. Semua itu terasa tidak masuk akal. Spontan ku sentuh sisi leherku dan tak ada bekas luka apapun. Itu kabar baik. Aku mencoba berdiri dan terkejut dengan pergerakanku sendiri. Gerakanku terlalu cepat. Kupandangi bajuku yang berantakan dan cepat-cepat merapikannya.
Langit masih gelap, atau sudah gelap? Mengingat aku tak tahu berapa lama aku tak sadarkan diri. Aku tidak tahu. Kuharap ini masih malam yang sama. Aku pun segera pulang untuk mandi dan istirahat.
Saat di rumah, aku membuka pakaianku dan bergegas mandi. Awalnya aku tak menyadari. Di depan cermin aku terlihat berbeda. Tidak ada memar apapun dan ada noda samar merah di sekitar mulutku yang segera kubersihkan. Kulitku tampak lebih pucat dari biasanya. Dan mataku sekarang berwarna ungu. Itu aneh. Meski aku tak mempercayainya, tetap saja sebuah pertanyaan terlintas di pikiranku, apakah aku seorang vampir? Well, aku senang membaca cerita seperti itu dan itu hanya sebuah cerita mitos yang dikembangkan ceritanya oleh para penulis favoritku. Aku tak pernah benar-benar memercayainya. Tapi bukti-bukti ini berkata sebaliknya.
Jika aku vampir, seharusnya jantungku tidak berdetak. Jadi, aku pun menyentuh dadaku untuk memastikan. Jantungku masih berdetak walaupun sangat lambat. Itu lumayan bagus. Tapi kegelisahanku tetap ada. Bukti bahwa aku bukan vampir masih sangat kurang dan aku tak tahu apakah jantung vampir yang tak berdetak itu benar atau tidak. Aku harus mencari tahu kebenarannya.
Kulirik jam dan jarumnya sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Seharusnya aku pergi ke sekolah, tapi tidak untuk hari ini. Aku harus memastikan siapa diriku sebenarnya sekarang. Kulangkahkan kakiku menuju lemari yang ada di seberang. Tidak sampai satu detik aku sudah sampai dan aku terkejut untuk kedua kalinya. Oke, dua ciri khas sudah terlihat. Lalu kali ini kusadari bahwa penglihatan dan pendengaranku juga menajam. Aku bisa mendengar suara langkah kaki orang-orang yang sedang lalu lalang di semua lantai apartemen ini. Aku dapat melihat tulisan pada kertas yang aku tempelkan pada dinding di seberangku dengan sangat jelas. Dengan tanpa busana aku terus merenungi perubahanku.  
 Apa yang akan terjadi padaku nanti jika matahari sudah kembali tersenyum pada bumi? Selain itu, aku tak ingin menyakiti orang-orang yang aku cintai—keluargaku dan tentunya Jane—baik secara fisik—karena kini aku adalah seseorang yang haus darah—maupun mental—karena mengetahui kini aku adalah seorang vampir alias pembunuh berdarah dingin. Meski ini bukanlah kesalahanku, tapi tidak menutup kemungkinan mereka akan membenciku dan takut padaku. Ini membuatku frustasi.
Tiba-tiba telepon berdering. Aku terpaku untuk sesaat. Lalu kuangkat.
“ Syukurlah. Kau kenapa, Will? Hari ini aku tidak melihatmu di kampus. Apa kau sakit? Aku akan menjengukmu nanti. Ucapkan sesuatu Will,” tutur suara Jane di ujung telepon.
“ Hai. Aku tidak apa-apa. Aku ada urusan yang begitu mendesak. Sebentar lagi aku akan pergi. Kau tidak perlu ke sini.” Aku berbohong lalu menutup telepon. Hatiku sakit memperlakukannya seperti ini. Tapi aku harus.
Seminggu telah berlalu. Aku hanya berdiam diri di dalam apartemen yang kututup rapat-rapat. Untunglah Jane memercayai kata-kataku. Kemudian sesekali aku keluar untuk mencari ‘minum’ dan mencoba berbaur. Hanya orang-orang berdosa di pinggir kota saja yang aku buru. Aku tak tega membunuh orang yang tak berdosa. Dan setiap hari aku selalu meluangkan waktuku untuk mengamati Jane dari seberang jalan. Kurasa sekarang ia sudah memiliki seorang kekasih dan terlihat sangat bahagia. Melihat itu aku pun ikut bahagia meskipun di dalam lubuk hatiku yang terdalam aku masih merasa cemburu.
Dilandaskan rasa cemburu itulah, aku akhirnya menyelidiki kekasih barunya itu. Aku tak ingin wanita yang aku cintai mencintai orang yang salah. Memang membutuhkan waktu berminggu-minggu hingga aku dapat mengetahui seluk beluk lelaki itu. Lelaki itu sebenarnya sangat tertutup meski dari luar tampak terbuka. Jendela apartemennya selalu tertutup. Hanya terbuka di saat pagi hari.
Dia bernama Evan Lewis. Evan adalah seniorku dan Jane. Orangtuanya sangat kaya dan dia adalah anak tunggal. Aku tak heran jika banyak wanita termasuk Jane mengincarnya. Ditambah wajahnya yang tampan dan tubuhnya yang proporsional, tinggi dan kurus namun berotot. Namun di balik itu semua, aku merasakan hal yang jahat pada dirinya. Firasatku tidak pernah salah, apalagi jika berkaitan dengan Jane. Aku akan terus mengawasinya.
Suatu malam bel di apartemenku  berbunyi. Dengan pelan dan hati-hati aku membuka pintu. Tiba-tiba Jane sudah menerobos masuk dan memelukku. Spontan aku mundur dan berjalan sepelan mungkin menuju dapur. Wajah Jane terlihat bingung namun masih ada rasa khawatir di sana.
“ Will? Ada apa? Ke mana saja kau selama ini? Hampir selama musim dingin ini kau menghilang. Dan omong-omong kau dingin sekali,” ucapnya sambil duduk di sofa. Ia masih berusaha bersikap tenang.
Aku terdiam sejenak. Dia sudah mulai menyadari perbedaanku.
“ Sudah kubilang, ada satu masalah yang mendesak yang mengharuskanku berhenti kuliah untuk sementara. Aku sudah meminta cuti.” Aku menjawab tanpa berani menatap matanya.
“ Maksudku ada masalah apa? Kenapa kau tidak cerita? Tidak adil rasanya jika aku yang mengeluh terus-terusan padamu. Aku juga ingin membantu.”
“ Ini bukan urusanmu. Kau tidak akan mengerti. Biar aku saja yang menanggung ini semua.” Aku terkejut karena nada suaraku terdengar lebih ketus dari yang aku inginkan.
“ Tapi aku sahabatmu! Tidakkah itu penting? Aku pasti akan mengerti, Will. Kita tumbuh bersama.” Nada suaranya sedikit marah.
“ Maafkan aku. Tapi ini yang terbaik. Maafkan aku.”
“ Aku tak menyangka kau jadi seperti ini. Kau berubah, Will. Aku tidak tahu apa yang merasukimu,” ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala lalu membanting pintu pergi.

Suatu malam di awal musim semi, aku tak sengaja memergoki Evan membawa seorang wanita ke apartemennya. Mereka tampak sangat mesra. Firasat burukku terbukti. Jane tidak akan kubiarkan bersama lelaki seperti itu. Aku harus memberitahukan ini secepatnya meski hubunganku dengan Jane belum membaik semenjak kunjungannya ke apartemenku.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah Jane. Kutekan bel rumahnya. Sudah dua kali aku menekan bel namun masih tidak ada jawaban. Saat aku hendak menekan bel lagi, seseorang sudah membuka pintu. Di sanalah Jane, berdiri di hadapanku dalam celana pendek dan sweaternya. Pada awalnya ia terkejut, tapi dengan cepat ia memasang wajah tanpa ekspresi.
“ Mau apa kau ke sini?” ucapnya ketus.
“ Kau harus mengetahui sesuatu.” Kutatap tajam matanya.
Kami berdiri di ambang sambil saling menatap dalam diam. Cukup lama hingga akhirnya ia pun angkat bicara.
“ Masuklah.” Ia mundur untuk memberiku jalan.
Aku langsung menuju sofa dan duduk. Setelah menutup pintu, ia pun menghampiriku dan duduk di seberangku. Meski suasana sangat canggung, akhirnya ia bertanya, “ Apa yang akan kau katakan? Bicaralah.”
“ Sebelumnya maukah kau berjanji akan mempercayaiku?” tanyaku ragu-ragu.
“ Cepatlah! Ini sudah larut malam.”
“ Ini mengenai Evan. Tadi ketika aku sedang berjalan-jalan, aku tak sengaja memergokinya membawa seorang wanita ke dalam apartemennya. Hindari dia, Jane. Kumohon.”
“ Kau bohong. Kau bahkan tidak mengenalnya! Sekarang pergilah.”
“ Tapi Jane. Deng—“
“ Pergi!”
Akhirnya aku pun pergi. Padahal kubiarkan saja dia bahagia. Aku ingin melihatnya bahagia meski bukan denganku. Tapi aku tak bisa membiarkannya sakit hati pada akhirnya nanti.
Beberapa bulan kemudian, aku melihat Jane dan Evan bertunangan. Aku tak bisa membiarkan mereka menikah. Tapi segala usahaku sia-sia. Kepercayaan Jane terhadapku sudah hilang. Ia lebih memercayai Evan sekarang. Dan buruknya, Evan adalah seorang pembohong ulung. Aku tahu itu dengan sangat jelas. Entah bagaimana caranya. Aku mengetahuinya begitu saja.
Berkali-kali Evan mengancam akan membunuhku jika Jane sampai tahu saat aku memergokinya berselingkuh. Tapi siapa yang lebih kuat di sini? Sudah pasti aku. Namun jika dia tahu rahasiaku, dia harus kubunuh. Maka aku pun mengalah. Kebenaran pasti akan terungkap suatu saat nanti.
Hingga suatu malam saat mereka sedang makan malam bersama. Kulihat Evan keluar menemui selingkuhannya. Jane ditinggalkannya di dalam. Selingkuhannya tampak kesal dan Evan dengan susah payah menjelaskan. Bagaimana bisa dia mengundang dua wanita sekaligus di satu tempat? Itu keterlaluan.
Saat wanita itu pergi, aku membawa Evan ke samping restoran.
“ Kau ini apa?” Dia sangat terkejut menyadari betapa kuat dan cepatnya aku meski aku sudah berlari selambat mungkin. 
“ Aku Will Lightwood. Kau masih berani menipu Jane. Aku tak bisa membiarkanmu melakukan ini padanya!”
“ Kau ini siapa Jane, huh? Kau bukan lagi sahabatnya! Kau tak berhak atas apa-apa.”
Dengan cepat kuserang dia. Sebisa mungkin aku tak menggigit dirinya. Jijik rasanya jika darahnya ada di tubuhku. Tapi ternyata ia cukup tangguh. Kini aku memaksimalakn kekuatanku yang sesungguhnya dan ia pun kalah telak. Ia berhasil kusudtkan ke dinding.
“ Ada kata-kata terakhir, Evan?”
“ Kau ini apa, huh?” Ekspresinya takut sekaligus kesal.
Aku diam sejenak tanpa mengendurkan kuncianku padanya. Kemudian ia meludah padaku dan kini kemarahanku sudah sampai puncak.
“ Kau akan tahu sebentar lagi.”
Dengan cepat kugigit lehernya dan kuhisap darahnya hingga habis. Meski merasa jijik aku terpaksa melakukannya.
“ Will?” Tiba-tiba terdengar suara Jane dari arah belakang. Aku spontan berbalik mengahadapnya dengan mulut penuh dengan darah.
“ Jane.” Aku tak dapat berkata apa-apa. Kami sama-sama terkejut.
“ Apa yang telah kaulakukan? Siapa kau? Ke mana sahabatku?” Ia pun menangis.
Aku ingin sekali mendekati dan memeluknya. Tapi itu tidak mungkin.
“ Ini aku, Will. Ini terjadi begitu saja. Ini bukan kehendakku. Kau tahu? Ia baru saja menemui selingkuhannya di saat kalian sedang makan malam. Ini semua demi kau. Aku tak bermaksud membunuhnya. Aku—aku menyesal. Maafkan aku.”
“ Aku tahu kau berubah, Will. Tapi aku tak menyangka kau akan membunuh orang.” Dan ia pun pergi begitu saja tanpa mendengarkan penjelasanku selanjutnya.
Setiap hari kulihat Jane selalu murung. Aku merasa bersalah padanya. Hingga suatu hari aku melihatnya di atas sebuah gedung. Ia hendak bunuh diri. Bagaimana ini? Aku tidak mungkin berada di bawah sinar matahari secerah ini. Kulihat dirinya semakin dekat ke pinggir gedung. Akhirnya aku pun mencoba untuk ke sana. Dan tidak terjadi apa-apa. Hanya saja tubuhku berkilauan. Aku tak begitu mengerti. Dengan cepat aku memanjat gedung tanpa dilihat orang lain, kecuali Jane. Aku bersyukur karena tempat ini jarang dilalui orang.
“ Jane, kumohon. Jangan lakukan ini. Bagaimana dengan keluargamu? Bagaimana dengan prestasimu selama ini? Bagaimana dengan teman-temanmu? Bagaimana dengan aku?” Perlahan aku menghampirinya.
“ Diam di sana! Aku tidak tahan dengan semua ini! Sahabatku kau ambil. Tunanganku kau ambil. Kau mengambil semuanya dariku!”
“ Aku masih tetap Will, Jane. Hanya fisikku yang berubah. Dan semua tindakanku adalah demi kebaikanmu. Tolong percayalah.”
“ Tidak. Aku ingin bertemu Evan sekarang juga.” Sambil menggeleng-gelengkan kepala, ia pun berjalan lebih ke sisi lagi hendak menjatuhkan diri.
Dengan cepat kupeluk ia dari belakang dan menariknya mundur. Ia mencoba melepaskan diri tapi aku jauh lebih kuat.
“ Kumohon Jane. Jangan lakukan ini padaku. Aku mencintaimu Jane. Sangat mencintaimu. Jangan tinggalkan aku seperti ini.” Aku berbisik di telinganya.
Ia berhenti melawan. Setelah yakin ia tidak akan mencoba bunuh diri lagi, aku melepaskannya. Rasanya lega perasaanku sudah tersampaikan meski terlambat.
“ Jane?” Ia memunggungiku cukup lama tanpa berkata apa-apa.
Akhirnya aku menyentuh pundaknya dan menghadapkan tubuhnya padaku. Pipinya basah oleh air mata. Melihat ia menangis akibat ulahku membuatku panik.
“ Ada apa Jane? Apakah kau kesakitan saat kupeluk tadi? Bicaralah”
Sambil menggelengkan kepala ia berkata, “ Kau baru saja menyatakan perasaanmu. Kenapa kau tidak mengatakannya sejak dulu?”
“ Aku hendak mengatakannya padamu tepat saat aku berubah Jane. Aku tak bisa muncul di hadapanmu dalam keadaan seperti ini. Tapi kau memaksaku Jane.”
“ Aku tak peduli kau ini apa. Yang terpenting adalah kau masih Will yang aku kenal.”
“ Aku masih Will yang kau kenal. Jangan khawatir. Percayalah.”
Kami bertatapan cukup lama. Aku tahu kini dia memercayaiku lagi. Itu terpampang jelas di matanya. Aku pun memberanikan diri untuk menciumnya. Dan ia pun membalasnya.
Tiba-tiba dia mundur dan berkata, “ Kau sangat silau Will. Kau bisa merusak mataku. Bawa aku ke apartemenmu dan ceritakan semuanya.”
Sambil tersenyum senang aku membopongnya di punggungku dan berkata, “ Pegangan erat-erat.” Aku pun membawanya menuju ke kehidupan yang akan kami lalui bersama nanti.

•••